Hukum Mencium Tangan

Jika kita tengok di Pondok Pesantren, sudah menjadi suatu tradisi apabila kita melihat seorang santri mencium tangan Ustadz ataupun Kyai., sebagai bentuk ta’dhim (penghormatan) dan kecintaan kepada yang mendidik mereka. Kyai sebagai panutan di lingkungan pesantren memang menjadi figure sentral bagi mereka, dari mulai akhlaq ibadah, kesederhanaan sampai keluasan ilmu yang dimiliki oleh seorang kyai tersebut. Sehingga apa yang para santri lihat terhadap tingkah para kyai nya tentu akan memberikan atsar (dampak) yang kuat bagi para santri.


Penghormatan tersebut bukanlah sebagai bentuk pengkultusan ataupun penyembahan terhadap kyai seperti yang dituduhkan oleh sebagain orang. Karena memang kita dilarang untuk menyembah kepada makhluq (selain Allah). Hal tersebut merupakan tindakan yang musyrik!. Namun apa yang dilakukan oleh para santri tersebut sebagai ungkapan akan kecintaan, penghormatan akan keilmuan agama – yang diamanahkan Allah SWT – kepada Kyai tersebut. Dan sebagai pengamalan dari suatu hadits yang menyebutkan bahwa “ulama itu sebagai pewaris para nabi”. Sehingga dalam kitab ta’lim muta’alim karya imam Zarnuji, disebutkan bahwa saidina Ali pernah berujar,” Aku adalah Hamba bagi seseorang yang mengajarkan aku ilmu”. Ungkapan sidina Ali ini tentu bukan bermaksud untuk menyembah kepada orang yang berilmu, namun sebagai penghormatan saja.
Dan disamping itu, mencium tangan sebagai pengamalan apa yang telah dicontohkan oleh para salafus salih. Demikian di bawah ini adalah beberapa dalil yang membolehkan juga disunatkan untuk mencium tangan, kaki dan perut Nabi; juga mencium tangan Ahlul Bait dan Ulama pewaris Nabi:1. Dalil dari Hadits Nabi
عن أم أبان بنت الوراع بن زراع عن جدها رضي الله عنهم, وكان في وفد عبد القيس, قال: لما قدمنا المدينة جعلنا نتابدر من رواحلنا فنقبل يد النبي صلى الله عليه وسلم ورجله (رواه البخاري

“Dari Ummu Aban binti al-Warra’ bin Zarra’ dari kakeknya radliyallahu ‘anhum; dan kakeknya merupakan salah satu delegasi Abdul Qais (yang mendatangi Nabi). Kakeknya Ummu Aban berkata: Saat kita sampai di Madinah, kami berlarian dari kendaraan kita untuk mencium kedua tangan dan kaki Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam” (HR Bukhori)
عن سيدنا جابر رضي الله عنه أن سيدنا عمر رضي الله عنه قبل يد النبي (رواه الحافظ ابن المقرئ
“Dari Sayyidina Jabir radliyallahu ‘anhu bahwasanya Umar radliyallahu ‘anhu mencium tangan Nabi” (HR al-Hafizh Ibn al-Muqri
عن سيدنا الوزاع بن عامر رضي الله عنه قال: قدمنا, فقيل ذلك رسول الله صلى الله عليه وسلم فأخذنا بيديه ورجليه نقبله (رواه البخاري
“Dari Sayyidina al-Wazza’ bin ‘Amir radliyallahu ‘anhu berkata: sewaktu kita tiba (ke Madinah), maka dikatakan kepada kami bahwa dia adalah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, maka kami mengambil kedua tangan dan kakinya lalu kami menciumnya” (HR Bukhori)
عن سيدنا حبان بن واسع عن أشياخ من قومه رضي الله عنهم أن رسول الله صلى الله عليه وسلم عدل الصفوف يوم بدر وفي يده قدح, فمر بسواد بن غزية فطعن في بطنه, فقال: أوجعتني فأقدني, فكشف صلى الله عليه وسلم فاعتنقه وقبل بطنه, فدعا له بخير (رواه أحمد)
.“Dari Sayyidina Hibban bin Wasi’ dari pembesar-pembesar kaumnya radliyallahu ‘anhum, bahwasanya sewaktu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam meluruskan barisan pada waktu perang Badar dan pada tangan beliau sebuah kendi, lalu beliau melewati Sawwad bin Ghuzayyah dan melukai perut Sawwad (tidak sengaja -red.-). Maka Sawwad berkata: Anda telah melukai saya maka berilah saya balasan! Kemudian Nabi membuka bajunya, lalu Sawwad memeluk Nabi dan mencium perutnya, lalu Nabi mendoakan bagi Sawwad agar mendapat kebaikan” (HR Ahmad)
عن ابن حجر العسقلاني في فتح الباري أن أبا لبابة وكعب بن مالك وصاحبيه رضي الله عنهم, قبلوا يد النبي صلى الله عليه وسلم حين تاب الله عليهم (فتح الباري 48/11
“Dari Ibn Hajar al-Asqalani dalam Fathul Bari; bahwasanya Abi Lubabah dan Ka’b bin Malik dan kedua temannya radliyallahu ‘anhum mencium tangan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam ketika Allah memberikan taubat kepada mereka” (Fathul Bari 48/11)
عن ابن جدعان, قال ثابت لأنس: أمسست النبي بيدك؟ قال: نعم فقبلها (رواه البخاري
“Dari Ibn Jud’an, Tsabit berkata kepada Anas: Apakah anda memegang Nabi dengan tangan anda? Anas berkata: Iya! Maka Tsabit mencium tangan Anas” (HR Bukhori)
عن الشعبي: أن زيد بن ثابت رضي الله عنه صلى على جنازة فقربت إليه بغلته ليركبها فجاء سيدنا عبد الله بن عباس رضي الله عنهما, فأخذ بركابها فقال زيد بن ثابت رضي الله عنه: خل عنك يا ابن عم رسول الله صلى الله عليه وسلم, فقال سيدنا ابن عباس رضي الله عنه: هكذا أمرنا أن نفعل بالعلماء والكبراء فقبل زيد بن ثابت يد عبد الله وقال: هكذ أمرنا أن نفعل بأهل بيت رسول الله صلى الله عليه وسلم (رواه الحاكم
“Dari asy-Sya’bi: Bahwasanya Zaid bin Tsabit radliyallahu ‘anhu menyalatkan jenazah, lalu mendekatlah kepada Zaid keledai miliknya untuk dinaikinya. Kemudian datanglah ‘Abdullah bin ‘Abbas radliyallahu ‘anhu sambil menuntun keledai Zaid. Berkatalah Zaid kepadanya: Lepaskanlah wahai sepupu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam! Ibn ‘Abbas malah menjawab: Beginilah kami diperintahkan untuk berbuat baik kepada para Ulama dan Pembesar (agama). Lalu tiba-tiba Zaid mencium tangan Ibn ‘Abbas dan berkilah: Beginilah kami diperintah untuk berbuat baik kepada Ahlul Bait Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam” (HR Hakim)

عن صهيب قال: رأيت عليا يقبل يد العباس ورجليه (رواه البخاري
“Dari Shuhaib berkata: Saya melihat Ali mencium tangan dan kedua kaki al-’Abbas” (HR Bukhori).
2. Dalil dari Qaul Salafus Salih
قال العسقلاني: قال الإمام النووي: تقبيل يد الرجل لزهده وصلاحه وعلمه أو شرفه أو نحو ذلك من الأمور الدينية لا يكره بل يستحب. فإن كان لغناه, أو شوكته أو جاهه عند أهل الدنيا فمكروه شديد الكراهة فتح الباري 48/11)
“Al-’Asqalani berkata: Imam Nawawi berkata: mencium tangan seseorang karena zuhudnya, keshalehannya, ilmunya, kemuliaannya, ataupun semacamnya yang berhubungan dengan urusan agama; tidak dimakruhkan malah disunatkan. Tetapi apabila mencium tangan karena kekayaannya, kekuasaannya, pengaruhnya diantara ahli Dunia maka itu adalah makruh yang sangat-sangat makruh!” (Fathul Bari 48/11)
قال السفاريني الحنبلي: وقال أبو المعالي في شرح الهداية: أما تقبيل يد العالم والكريم لرفده فجائز, وقد علمت أن الصحابة قبلوا يد المسطفى صلى الله عليه وسلم كما في حديث ابن عمر رضي الله عنهما عند قدوم من غزوة مؤتة (غذاء الألباب 287/1
“Al-Safarini al-Hanbali berkata: Abul Ma’ali berkata di Syarhu Hidayah: Mencium tangan seorang ulama, yang mempunyai kemuliaan karena agamanya maka itu adalah boleh. Dan aku telah mengetahu bahwasanya para shahabat selalu mencium tangan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam seperti yang telah disebutkan dalam Hadits Ibn Umar radliyallahu ‘anhum ketika beliau pulang dari perang Mu`tah” (Gidzaul Albab 287/1)
قال الإمام مالك: إن كانت (إي قبلة يد الرجل) على وجه التكبر والتعظيم فمكروهة, وإن كانت على وجه القربة إلى الله لدينه أو لعلمه أو لشرفه فإن ذلك جائز (فتخ الباري 84/11
“Imam Malik Berkata: Apabila mencium tangan seseorang karena membesarkan dan mengagungkan maka itu adalah makruh. Tetapi apabila karena untuk mendekatkan diri kepada Allah untuk agamanya, ilmunya, kemuliaannya maka itu adalah boleh” (Fathul Bari 84/11)
قال ابن عابدين الحنفي: ولا بأس بتقبيل يد الرجل العالم المتورع على سبيل التبرك, وقيل سنة حاشية ابن عابدين 254/5.

“Ibn ‘Abidin al-Hanafi berkata: Tidak apa-apa mencium tangan seseorang yang berilmu dan wara’ karena untuk mencari berkah, malahan itu adalah sunat” (Hasyiyah Ibn ‘Abidin 254/5).
Dari hadits-hadits dan qaul-qaul ulama diatas, kita dapat mengambil pelajaran bahwasanya mencium tangan seseorang yang mempunyai kelebihan dalam agama baik karena ilmunya, zuhudnya, wara’nya, keshalehannya, keturunannya; adalah diperbolehkan.Dan apabila mengambil qiyas dari dalil diatas, maka mencium tangan orang tua lebih diperbolehkan karena memuliakan orang tua adalah perintah Tuhan yang telah ditetapkan di dalam al-Quran.
Wallohu a'lam


0 komentar:

Posting Komentar

 
Powered By Blogger | Portal Design By Trik-tips Blog © 2009 | Resolution: 1024x768px | Best View: Firefox | Top