Masa Pesantren
Dilahirkan pada tanggal 15 April 1922 di Ciamis, dari pasangan KH Bisri berdarah Banten dan Hj. Siti Fatimah KH RA. Memed yang merupakan kakak kandung dari K.H. Aep Saefullah. HB.BA. yang sekarang menjadi penerus Pondok Pesantren Darul Hidayah menamatkan pendidikan SR (Sekolah Rakyat) yang sekarang setingkat SD pada tahun 1933, terhentinya pendidikan formal merupakan kemauan dari orang tuanya yang berpandangan anti Belanda.
Atas anjuran kedua orang tuanya maka RA. Memed melanjutkan pendidikan di Pesantren Cidewa yang kemudian melanjutkan pendidikan Pesantrennya ke Gunung Nangka Tasikmalaya untuk belajar Qira'at selama satu tahun yang diteruskan kepesantren Utama Ciamis pada tahun 1934 -1937 untuk belajar ilmu Nahwu, Fiqih, tauhid dan lain-lain selama tiga tahun. Merasa kurang dalam pengetahuan agamanya maka KH.RA Memed memperdalam ilmu agamanya dipesantren Sukamanah Singaparna yang merupakan pesantren modern di Jawa Barat kala itu, yang dipimpin oleh KH. Zaenal Mustofa yang terkenal dengan perjuangannya melawan kaum penjajah Jepang.
Selama di Pesantren Sukamanah selain menuntut ilmu KH. RA Memed juga dipercaya untuk mengajar para santri-santrinya bersama dengan K.E. Ambar Muksin. Dan sekitar pada tahun 1939 Hadrotusysyekh KH. Hasyim Asy'ari yang merupakan pimpinan pondok pesantren Tebuireng juga selaku pendiri NU (Nahdhatul Ulama) meminta kepada tiap-tiap wilayah mengirimkan utusannya untuk mengikuti pendidikan Mu'alimin (syarat pendidikan bagi santri yang akan terjun ke masyarakat). Dan untuk wilayah propinsi Jawa barat dipercayakan kepada Pesantren Sukamanah Singaparna Tasikmalaya yang dipimpin oleh KH. Zaenal Mustofa, yang selanjutnya beliau mengutus 7 santri pilihan untuk mengikuti pendidikan tersebut.
KH.RA Memed merupakan salah satu dari 7 orang yang dipilh untuk mewakili Pesantren Sukamanah untuk dikirirn ke Pesantren Tebuireng atas permintaan Hadrotusysyekh KH. Hasyim Asy'ari yang merupakan kakek dari KH. Abdurahman Wahid (Gus dur) mantan Presiden Indonesia yang ke 4.
Dengan restu dari kedua orang tuanya maka berangkatlah KHRA. Memed ke Pesantren Tebuireng untuk menamatkan pendidikan Mu'alimin yang dijadwalkan akan berlangsung lama tetapi hanya berlangsung 3 bulan. Kemudian beliau mendapat musyahadah ijazah dari Hadrotusysyekh KH. Hasyim Asy'ari.
Setelah mengikuti pendidikan tersebut KHRA Memed semakin kuat jiwa dan mental serta keimanan dan ketaqwaannya.
Masa Perjuangan
Pada masa-masa revolusi kemerdekaan KHRA Memed dengan diiringi do'a dari Hadrotusysyekh KH. Hasyim Asy'ari ia pun dilepas pulang ke ke Sindang Jaya Ciamis. Di tanah kelahirannya ini KHRA Memed diserahi amanah oleh ayahnya untuk meneruskan pondok pesantren. Selama memimpin pesantren Sindang Jaya KH.RA Memed sering mendapatkan gangguan dari para pemberontak, sampai-sampai beberapa fasilitas pesantren Sindang Jaya pernah dibakar 2 kali.
Pada saat memimpin pesantren yang diserahi ayahnya, jiwa KHRA Memed terpanggil untuk ikut kedalam kancah perjuangan membela negara mengusir penjajah. Pada tahun 45an, beberapa bulan setelah beliau memimpin pesantren, beliau ditunjuk sebagai pimpinan Hizbullah dan Fisabilillah se-Ciamis. Sebagai pejuang dan pemimpin KHRA Memed sudah beberapa kali ditangkap Belanda dan keluar masuk penjara, sampai-sampai beliau bercerita pernah dipenjara di WC yang hanya berukuran I x 1/2 meter diisi oleh enam orang sehingga kalau mau tidur harus sambil berdiri. Namun itu semua tidak menyurutkannya untuk tetap berjuang membela negara kita ini.
Pada saat meletus pemberontakan DI/TII KHRA Memed diserahi jabatan yang amat berat, yaitu beliau ditugasi untuk menduduki badan pemulihan yang tugasnya untuk menerima dan menyadarkan kembali orang-orang yang ikut menjadi pemberontak, yang wilayah tugasnya meliputi daerah Garut, Tasikmalaya dan Ciamis.
Hijrah ke Bandung
Untuk menghindari gangguan dari para pemberontakan yang saat itu sering terjadi, kira-kira pada tahun 50an, beliau pergi ke Bandung untuk menghidupi keluarganya,. Sebagai langkah awal usahanya, beliau menjadi pengemudi trayek Bandung - Cililin.
Kemudian beliau menjadi Wiraswasta dengan membuka toko klontong yang memperjual belikan barang-barang kebutuhan pokok seperti beras, minyak, gula dan lain-lain yang diperuntukkan untuk masyarakat Cibangkong dan sekitarnya. Disamping itu beliau juga memiliki beberapa unit beca.
Menyebarkan Agama
Sebagai usahawan dalam penampilan, KH.RA Memed tidak beda dengan masyarakat lainnya, sehingga tidak ada yang tau kalau sebenarnya ia itu ahli Agama, "maranehna teu nyahoeun lamun bapa teh beuki agama" (mereka tidak ada yang tahu kalau saya bisa agama). ujarnya. Bermula dari kosongnya khotib jum'at dimesjid Kecamatan Gumuruh (Cibangkong), beliau memberanikan diri untuk menjadi khotib Jum'at dengan pakaian yang seadanya (bubudugulan) daripada jum'atan bubar, begitulah yang ada dalam benaknya waktu itu.
Ilmu itu cahaya dan cahaya itu terang. inilah yang terjadi dengan KH.RA Memed dari sanalah masyarakat tahu kalau seorang bandar beca itu sebenarnya seorang Ulama. Dengan keteguhan hati, beliau akhirnya banting setir dari usahawan menjadi Penyebar agama (Ajengan). Kemudian di tempat tinggalnya yang dulu di Jalan Cikudapateuh Kolot (kala itu disebut STS atau Santosa), beliau mengadakan pengajian bagi masyarakat disekitarnya. Karena keterbatasan tempat dan semakin banyaknya animo masyarakat yang ingin mengikuti pengajian, maka tempat pengajian dipindahkan ke mesjid.
Fasilitas yang terbatas telah membuatnya berpikir untuk mendirikan lembaga pendidikan dalam bentuk pesantren. Dukungan konkrit datang dari Mayor RA Syahdi yang juga alumni pesantren Tebuireng, Kiayi E.Ambari Muksin dan tokoh-tokoh masyarakat sekitarnya. Untuk merealisasikan gagasannya itu, dibentuklah panitia pembangunan pesantren, yang pada akhirnya setelah selesai beberapa kali mengalami pemugaran sampai yang seperti kita lihat sekarang ini.
Seiring dengan perjalanan waktu, beliau semakin dikenal sebagai Ajengan bukan hanya di wilayah Cibangkong tetapi juga ke wilayah lainnva. Dan mulai banyak yang mengundang beliau untuk memberikan pengajian rutin maupun ceramah, misalnya ke wilayah Buah Batu, Marga Cinta, Kacapiring dan lain-lain. Kemudian beliau ditunjuk menjadi Ketua Majelis Ulama Kecamatan Batununggal selama beberapa kali periode dan pengurus Majelis Ulama Kota Madya Bandung. Selain itu beliau juga dimintakan untuk memberikan pelajaran agama di beberapa perguruan tinggi, misalnya AAN Angkasa (tahun 1969-1970), ITB (tahun 1972) dan UNPAD (tahun 1972).
3 komentar:
subhanallah, alangkah berkahnya hidup bpk kiyai ini, hmmmm sangat menginsfirasi
Mugi bagja sinareng kasalametan, ku Alloh heunteu weleh ngalir kangge anjeuna.. Amin
Subhanallah, guruku semasa kecil....
Posting Komentar